Target Penurunan Angka Stunting dan Peran RS UKRIDA
Post date 15 Januari 2024
Beberapa waktu lalu, tepatnya dalam Rapat Koordinasi Teknis (Rakortek) dan rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Percepatan Penurunan Stunting 2023, yang berlangsung pada 4-7 Oktober 2023 di Kemayoran, Jakarta Pusat, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengatakan bahwa sejak sepuluh tahun yang lalu terdapat kebijakan nasional untuk melakukan pencegahan dan percepatan penurunan stunting di Indonesia. Saat itu, sebuah Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 42 tahun 2013 dikeluarkan. Isinya mengenai Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi.
Kira-kira delapan tahun sesudahnya, yaitu pada 2021, muncul Perpres Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting. Disampaikan juga oleh Hasto, bahwa setelah Perpres ini diterbitkan, semua kabupaten/ kota melaksanakan upaya-upaya percepatan penurunan angka stunting di daerahnya.
Maka sejak 2013 hingga 2016, terjadi penurunan angka stunting. Jika kasus stunting di tahun 2013 mencapai 37,2%, di tahun 2016 turun menjadi 34%. Penurunan terus terjadi di kurun waktu antara 2016 sampai 2021, dengan persentase rata-rata sebesar 1,6% per tahun. Perkembangan yang kian positif terjadi pula di antara tahun 2021 hingga 2022, di mana persentase penurunan stunting semakin bertambah besar, yaitu 2,8% dalam setahun.
Namun, target pemerintah belum tercapai. Jika pada 2022 angka prevalensi stunting di Indonesia sebesar 21,6%, kita harus bekerja lebih keras agar di tahun ini, angka tersebut bisa anjlok ke 14%. Artinya, rata-rata penurunan per tahun harus lebih besar lagi, atau sekitar 3,8%.
RS UKRIDA Ambil Bagian
Mengingat tingginya target yang ditetapkan pemerintah dan betapa cepatnya waktu berlalu, tentunya kolaborasi berbagai pihak sangatlah diperlukan. Menyadari hal tersebut, RS UKRIDA pun turut mengambil peran di dalam pengurangan kasus stunting di Indonesia. Tidak hanya dalam rangka mencapai target yang telah ditetapkan pemerintah, tapi juga sebagai wujud tanggung jawab sosial dan pengabdian kepada masyarakat.
Di samping itu, kerja sama dengan Indonesian Care dan Universitas Kristen Krida Wacana (Ukrida) ini juga merupakan bagian dari pengembangan academic health system, yang kini sedang diupayakan.
Seperti pernah disampaikan Direktur RS UKRIDA Dr. dr. Fushen, M.H., M.M., FISQua dalam sambutannya di acara penandatanganan Nota Kesepahaman Program Penanganan Balita Stunting, Gizi Buruk, dan Gizi Kurang di Kelurahan Pekojan, dalam kerja sama ini ada keterlibatan sejumlah pihak, yaitu pemerintah, masyarakat (yang terwakili oleh Indonesian Care), dan juga institusi pendidikan (Kampus Ukrida). Oleh karena itu, kerja sama ini sangatlah sesuai dan mendukung upaya pengembangan academic health system.
“Kehadiran RS UKRIDA sebagai rumah sakit pendidikan bagi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan/ FKIK Ukrida berarti RS UKRIDA harus bisa berkontribusi kepada masyarakat,” ujarnya.
Lanjutnya, jika kita membicarakan masalah stunting, ada banyak hal yang terkait di belakangnya dan mungkin menjadi penyebab. Di sana ada masalah pendidikan, remaja, kesehatan reproduksi, bahkan Human Immunodeficiency Virus (HIV), di samping hal-hal yang menyangkut etika dan hukum seperti aborsi.
“Jadi cerita mengenai stunting ini banyak, penanganannya lintas fakultas, tidak hanya FKIK saja. Saya yakin, kerja sama ini menjadi pintu masuk yang baik untuk bisa berkolaborasi. Penandatanganan MOU merupakan sebuah langkah awal. Saat ini, kita berfokus pada balita terlebih dahulu, tapi ada harapan lebih besar setelah kerja sama ini berjalan. Kesepakatan yang sudah dibuat bukan hanya sesuatu yang akan menjadi arsip di kemudian hari, tapi diupayakan supaya sungguh-sungguh berdampak bagi mereka yang terlibat dan bagi masyarakat yang dilayani, terutama bagi kemuliaan Tuhan,” jelasnya lagi.
Peran RS UKRIDA
Dalam program penanganan balita stunting, gizi buruk, dan gizi kurang di wilayah Pekojan ini, tentunya RS UKRIDA mengerjakan bagian sesuai dengan peran dan tanggung jawabnya. Ada dua dokter spesialis anak dan satu dokter spesialis gizi klinis dari FKIK Ukrida yang dilibatkan dalam pemeriksaan balita dan penegakan diagnosis. Mereka adalah dr. Rudy Ciulianto, Sp.A, CIMI; dr. Leonirma Tengguna, M.Sc., Sp.A; dan dr. Gracia JMT Winaktu, MS, Sp.GK. Di luar itu, ada pula unit-unit layanan medis seperti laboratorium dan radiologi, yang dilibatkan dalam pemeriksaan lanjutan atau pemeriksaan tahap kedua.
Di RS UKRIDA sendiri, pemeriksaan dilakukan tiga bulan sekali. Untuk tahap pertama, pemeriksaan dilakukan pada tanggal 13, 15, 20, dan 22 September 2023. Lalu pemeriksaan tahap kedua dilakukan pada tanggal 8 dan 15 Desember 2023.
“Dalam pemeriksaan malnutrisi, baik stunting maupun wasting, dilakukan anamnesis yang meliputi riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, riwayat imunisasi, riwayat kelahiran, riwayat nutrisi, dan riwayat perkembangan anak. Di sini, kami melakukan penggalian lebih mendalam terhadap kondisi anak dan mencari tahu berbagai kemungkinan penyebab malnutrisi anak,” jelas Dokter Rudy.
Selain itu, dilakukan pula pemeriksaan fisik komprehensif untuk mengidentifikasi hasil temuan fisik yang muncul pada kondisi malnutrisi dan tanda-tandanya. Hal ini meliputi antropometri, yaitu pengukuran berat dan panjang badan untuk anak di bawah usia dua tahun; berat dan tinggi badan untuk anak usia dua tahun atau lebih; serta pemeriksaan menyeluruh dari kepala sampai ujung kaki yang berkaitan dengan kasus malnutrisi.
Terakhir adalah pemeriksaan penunjang, yang ditujukan untuk melacak dan mengidentifikasi berbagai kemungkinan penyebab malnutrisi.
Sementara di pemeriksaan tahap kedua, setiap balita harus menjalani tes mantoux untuk menyingkirkan kemungkinan infeksi tuberkulosis (TBC) yang bisa menghambat pertumbuhan, lalu pemeriksaan radiologi, dan pemeriksaan laboratorium (mencakup urine dan darah lengkap), serta konsultasi ke dokter spesialis anak dan dokter spesialis gizi klinis.
Dengan adanya berbagai pemeriksaan dan konsultasi yang dilakukan, juga rekomendasi yang diberikan, diharapkan kondisi balita yang ditangani bisa membaik.
“Secara teori, tentunya anak yang sudah dinyatakan stunting akan mengalami gangguan kognitif dan gangguan pertumbuhan yang irreversible. Akan tetapi, terhadap anak tersebut bisa dilakukan intervensi, baik dari segi perbaikan asupan/ gizi. Selain itu, kita juga dapat menstimulasi perkembangannya untuk mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal, sehingga bisa mendekati pertumbuhan dan perkembangan yang semestinya,” papar Dokter Rudy lagi.
Tentunya ini tidak terlepas dari peran dan tanggung jawab orangtua. Segala proses yang dilakukan di rumah sakit tidak akan berarti bagi pertumbuhan dan perkembangan anak, kalau orangtua tidak mengikuti anjuran para dokter.
Sebagai gambaran, jika penanganan dilakukan cepat dan tepat, orangtua juga telaten dalam memperbaiki pola asuh terutama terkait pemberian makanan/ asupan gizi, maka dalam waktu kurang lebih dua minggu, kenaikan berat dan tinggi badan anak sudah bisa terlihat kemajuannya.
Anjuran Para Dokter
Bagi Dokter Rudy secara pribadi, masalah malnutrisi masih menjadi persoalan serius di Indonesia. Hal itu juga menjadi salah satu tanggung jawab dan kewajibannya sebagai dokter anak, untuk ikut serta menanggulangi.
“Dalam penanganan kondisi ini, diperlukan kerja sama lintas sektor untuk menunjang keberhasilan program pemerintah dalam menurunkan angka malnutrisi di Indonesia. Kami sebagai dokter anak, tentunya memiliki tanggung jawab dan kewajiban dalam menunjang keberhasilan program ini, agar tercipta generasi penerus bangsa yang sehat, cerdas, dan memiliki kualitas yang unggul di masa depan,” jelasnya.
Ia berpesan supaya para orangtua bisa lebih memperhatikan gejala stunting dan wasting yang muncul pada anak. Gejala awal sebelum terjadinya malnutrisi adalah terjadinya faltering growth di mana kenaikan berat badan anak tidak cukup, artinya di bawah rata-rata dari kenaikan berat badan minimal setiap bulannya. Bila orangtua menemukan hal ini dalam dua kali pengukuran, bisa disimpulkan bahwa berat badan anak tidak naik optimal atau tidak sesuai dengan target kenaikan minimum per bulan. Dengan demikian, harus segera dievaluasi lebih lanjut oleh dokter anak agar diketahui kemungkinan penyebabnya, sehingga bisa dilakukan intervensi yang cepat dan tepat.
Gejala lainnya adalah anak tampak kurus, perawakan pendek untuk anak seusianya, tidak nafsu makan, sering sakit, dan juga pucat (anemia). Oleh karena itu, orangtua wajib dan rutin membawa anaknya untuk kontrol kenaikan berat dan panjang/ tinggi badan setiap bulan di fasilitas kesehatan terdekat. Tujuannya supaya bisa diidentifikasi lebih awal bila terjadi penyimpangan pada grafik pertumbuhannya.
Sementara Dokter Gracia menyarankan agar kondisi stunting bisa segera diperbaiki sebelum anak mencapai usia dua tahun.
“Anak yang telah didiagnosis stunting ataupun wasting, harus diberi suplemen tambahan seperti vitamin A, zinc, zat besi, kalsium, dan yodium. Selain itu, berikan Air Susu Ibu atau ASI eksklusif, hingga bayi berusia enam bulan. Perbaiki masalah menyusui, berikan olahan protein hewani pada Makanan Pendamping ASI atau MPASI, lakukan imunisasi rutin, pantau tumbuh kembang anak, jalani Perilaku Hidup Bersih dan Sehat atau PHBS, dan gunakan jamban yang sehat,” paparnya.
Secara khusus mengenai balita yang menjadi peserta program penanganan stunting di wilayah Pekojan, Dokter Gracia melihat bahwa kurangnya pengetahuan dan kesejahteraan menjadi penyebab munculnya balita stunting di sana.
Senada dengan Dokter Gracia, Dokter Rudy melihat ada kesalahan yang dilakukan orangtua dalam pemberian asupan nutrisi, baik jenis dan porsi makanan, di samping pengetahuan yang kurang memadai mengenai penerapan aturan pemberian makanan bagi anak. Namun, tidak tertutup kemungkinan akan adanya penyebab lain, yang bisa diketahui melalui pemeriksaan penunjang.
“Untuk itu, penyuluhan-penyuluhan mengenai pentingnya gizi seimbang bagi ibu sebelum hamil, saat hamil, asupan nutrisi dari bayi lahir sampai usia balita, sangatlah penting, di samping pemerataan pembagian bantuan bahan makanan yang bergizi,” ujar Dokter Gracia.
Sementara Dokter Rudy memandang pentingnya kerja sama antarpihak yang terkait, terutama dalam mengoptimalkan fungsi dan program-program Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) dan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) melalui kader-kadernya, dalam menjangkau anak-anak yang membutuhkan penanganan masalah gizi.*
Penulis Theresia J Christy Foto Theresia J Christy