TERKINI &
PROMO
Home >Artikel > Kesehatan > Yuk, Rawat Telinga Kita

...

Yuk, Rawat Telinga Kita

 Post date 15 Maret 2024


Setiap tanggal 3 Maret, kita memperingati Hari Pendengaran Nasional. Ini berarti, kesehatan pendengaran patut menjadi perhatian kita semua, karena masih sering terabaikan. 
Di tingkat global, World Hearing Day, yang juga diperingati setiap tanggal 3 Maret, menjadi sebuah gerakan untuk meningkatkan kesadaran banyak orang tentang gangguan pendengaran, serta perawatan telinga dan pendengaran.
Untuk tahun ini, peringatan World Hearing Day akan difokuskan pada upaya mengatasi berbagai tantangan yang muncul akibat pemahaman yang salah dan stigmatisasi yang terjadi di masyarakat. Caranya dengan meningkatkan kesadaran dan distribusi informasi kepada masyarakat dan penyedia layanan kesehatan. 
Dikutip dari www.worldhearingday.org, ada beberapa pesan yang ingin disampaikan di tahun 2024. Di antaranya, lebih dari delapan puluh persen kebutuhan akan perawatan telinga dan pendengaran masyarakat di dunia, belum terpenuhi; kasus gangguan pendengaran yang tidak tertangani berakibat pada munculnya beban biaya tahunan hampir satu miliar dollar Amerika Serikat di tingkat global; perubahan cara berpikir yang terkait dengan perawatan telinga dan pendengaran adalah penting untuk meningkatkan akses dan mengurangi beban biaya akibat kasus-kasus gangguan pendengaran yang tidak tertangani.     
Mendukung hal tersebut, di artikel RS UKRIDA kali ini, kita akan menyimak hasil wawancara dengan salah satu spesialis Telinga Hidung Tenggorokan-Kepala Leher (THT-KL), dr. Yesi Mardhatillah, Sp. THT-KL, mengenai kesehatan telinga dan pendengaran.  

Kapan seseorang dikatakan mengalami gangguan pendengaran? 
Seseorang dikatakan mengalami gangguan pendengaran ketika kemampuannya untuk mendengar menjadi berkurang, baik sebagian atau seluruhnya, pada salah satu atau kedua telinga, baik derajat ringan atau lebih berat, berdasarkan nilai ambang dengar yang diperiksa dengan pemeriksaan audiometri.

Kebiasaan apa saja yang menyebabkan seseorang mengalami gangguan pendengaran? 
Pertama, mengorek atau membersihkan kotoran telinga. Alasannya, kegiatan ini dapat mendorong serumen masuk ke liang telinga yang lebih dalam, sehingga akhirnya menumpuk. Kesalahan pada waktu mengorek telinga juga dapat menyebabkan infeksi pada kulit liang telinga, sehingga bisa menimbulkan gangguan pendengaran. Kedua, gangguan pendengaran juga bisa diakibatkan oleh bising yang berasal dari penggunaan personal listening device atau gawai. Adapun faktor yang mempercepat kerusakan pendengaran akibat gawai itu di antaranya adalah mendengarkan musik menggunakan earphone dan meningkatkan volume serta durasi pemakaian yang sangat lama. Lalu gaya hidup seperti merokok, mengonsumsi alkohol, ternyata juga dapat mempercepat kerusakan pendengaran yang diakibatkan oleh gawai.

Apa saja yang termasuk ke dalam jenis gangguan pendengaran?
Gangguan pendengaran dibagi menjadi tiga jenis, yaitu gangguan pendengaran sensorineural yang diakibatkan oleh kelainan di koklea (rumah siput), saraf pendengaran dan pusat pendengaran di otak; gangguan pendengaran konduksi yang disebabkan oleh gangguan mekanisme hantaran suara di telinga luar atau telinga tengah (contohnya seperti penumpukan kotoran telinga dan infeksi, maupun lubang pada gendang telinga); campuran atau mixed yang disebabkan oleh konduksi dan sensorineural.

Di usia berapa biasanya seseorang mengalami penurunan kualitas pendengaran? 
Usia lanjut yaitu di atas enam puluh tahun, kualitas pendengaran dapat berkurang.

Konsekuensi apa saja yang harus dihadapi ketika terjadi gangguan pendengaran?
Gangguan pendengaran mempunyai dampak dalam hal komunikasi, emosi, dan hubungan sosial pada orang dewasa. Sedangkan pada anak, gangguan pendengaran dapat menyebabkan gangguan perkembangan bicara, serta bisa mempengaruhi nilai akademik/ prestasi belajar.

Dewasa ini, baik anak, remaja, maupun dewasa menggunakan earphone di berbagai kesempatan. Apa saja saran Dokter supaya pendengaran kita tetap terjaga dengan baik? 
Berdasarkan anjuran World Health Organization (WHO), sebaiknya seseorang menggunakan earphone dengan volume kurang dari enam puluh persen, dan digunakan tidak lebih dari enam puluh menit dalam sehari. Selain itu, pilihlah earphone yang memiliki fitur peredam bising, dengan tetap memperhatikan volume serta lama penggunaan.

Bagaimana cara menjaga kebersihan dan kesehatan telinga yang benar?
Kotoran telinga merupakan hal normal yang terbentuk sebagai bagian dari proses pertahanan tubuh dalam mencegah kuman dan benda asing masuk ke liang telinga. Namun, kita terbiasa mengorek telinga untuk membersihkan kotoran tersebut. Ternyata, kegiatan ini dapat mendorong serumen masuk ke liang telinga yang lebih dalam sehingga akhirnya menumpuk. Selain itu, kesalahan pada waktu mengorek telinga juga dapat menyebabkan infeksi pada kulit liang telinga. Pada dasarnya, telinga memiliki mekanisme untuk membersihkan dirinya sendiri, sehingga kita tak perlu membersihkan bagian dalamnya. Kotoran telinga bisa dibersihkan setiap enam bulan sekali jika memang menumpuk, atau kalau kotorannya cepat mengeras, maka pemeriksaan dilakukan tiga sampai empat bulan sekali.

Cara pencegahan apa saja yang harus dilakukan supaya tidak mengalami masalah pendengaran, baik di usia kini maupun di usia lanjut?
Menurut WHO, setengah dari gangguan pendengaran dapat dicegah dengan tindakan kesehatan masyarakat. Terlebih pada anak-anak di bawah lima belas tahun, penyebab gangguan pendengaran dapat dicegah dengan cara imunisasi anak untuk melawan penyakit seperti campak, meningitis, rubella dan gondongan; imunisasi terhadap remaja perempuan dan wanita usia reproduksi untuk mencegah rubella sebelum kehamilan; rutin melakukan pemeriksaan kesehatan telinga setiap tiga sampai enam bulan sekali; mengurangi paparan suara keras yang berisiko merusak fungsi telinga; menghindari obat-obat tertentu yang dapat membahayakan pendengaran (selalu berkonsultasi dengan dokter mengenai penggunaan obat); jangan membersihkan telinga sendiri, termasuk mengorek telinga.

Apakah kita perlu mengistirahatkan telinga untuk menjaga kesehatan pendengaran? Bagaimana cara untuk melakukan ini? 
Telinga perlu diistirahatkan untuk menjaga kesehatan pendengaran. Batas bunyi yang aman didengar adalah sampai delapan puluh desibel dan durasinya tidak boleh lebih dari delapan jam sehari. Setelah itu, harus ada kompensasi istirahat buat telinga dengan lama waktu yang sama, yaitu delapan jam. Bila bunyi yang didengar di atas delapan puluh desibel, harus ada tambahan kompensasi istirahat telinga. Misalnya, jika bunyi yang didengar sembilan puluh desibel, maka waktu istirahat telinga harus ditambah empat jam menjadi dua belas jam. Kompensasi ini ada hitungan logaritmanya, setiap naik sepuluh desibel, waktu istirahat telinga juga bertambah setengah dari waktu di rentang desibel sebelumnya. Saat penggunaan earphone atau headset pun juga dibatasi maksimal satu jam dengan volume tidak lebih dari enam puluh persen. Setelah penggunaan earphone dan headset selama satu jam, telinga diistirahatkan selama satu jam. Kompensasi istirahat telinga bukan berarti tidak boleh mendengar bunyi sama sekali, melainkan hanya mendengar bunyi di bawah delapan puluh desibel. Oleh karena itu, istirahat telinga sebaiknya tidak dilakukan di tempat yang berisik, seperti bengkel, mal dengan musik yang ingar-bingar, jalanan yang macet, dan dekat orang yang berteriak. Ketentuan untuk mengistirahatkan telinga ini berlaku pada semua kegiatan, termasuk pekerjaan yang berisiko terpapar suara keras, seperti pengeboran, atlet menembak, musikus, dan petugas terminal bandara.

Pemeriksaan dan terapi apa saja yang dilakukan ketika seseorang mengalami gangguan pendengaran? 
Bila ada gangguan pendengaran, kita memastikan dahulu telinga mana yang mengalami gangguan, apakah telinga luar, telinga tengah, atau telinga dalam. Setelah itu, dapat dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui adanya gangguan pendengaran berupa pemeriksaan Oto Acoustic Emission (OAE), timpanometri, audiometri ataupun Brainstem Evoked Response Audiometry (BERA), yang dilakukan sesuai indikasi. Terapi gangguan pendengaran pun berbeda sesuai dengan lokasi gangguan pendengaran, apakah di telinga luar, tengah, ataupun dalam, serta jenis gangguan pendengarannya. Terapinya dapat berupa obat-obatan hingga penggunaan alat bantu dengar.

Di Indonesia sendiri, gangguan pendengaran seperti apa yang jamak terjadi? 
Dari semua kasus gangguan pendengaran yang paling banyak merupakan tuli sensorineural yaitu sekitar sembilan puluh persen. 

Berapa persen kasus gangguan pendengaran yang terjadi di Indonesia? Bagaimana peningkatannya dari tahun ke tahun? 
Prevalensi gangguan pendengaran di Indonesia menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 adalah sebesar 2,6 persen.  Angka tertinggi adanya gangguan pendengaran ditemukan pada kelompok usia ≥ 75 tahun yaitu sebesar 36,6 persen, kemudian 17,1 persen pada kelompok usia 65- 74 tahun, 5,7 persen pada kelompok usia 55-64 tahun, dan 6,1 persen pada kelompok usia <55 tahun. 

Apa saja program pemerintah Indonesia untuk mengatasi hal gangguan pendengaran yang terjadi? 
Kementerian Kesehatan telah menetapkan target global pencegahan dan pengendalian gangguan indra pendengaran, yaitu “Sound hearing 2030”, dengan mengurangi sembilan puluh persen ketulian yang dapat dicegah. Upaya yang dapat dilakukan masyarakat dalam mencegah terjadinya gangguan pendengaran, di antaranya pemeriksaan gangguan pendengaran secara berkala, menghindari kebisingan, tidak minum obat dalam jangka panjang tanpa konsultasi dengan dokter, menghindari kegiatan membersihkan telinga sendiri dengan mengorek-ngorek telinga, dan menghindari penggunaan earphone dengan volume keras dan waktu lama.*

Editor Theresia J Christy Foto Pixabay
 


RS UKRIDA dinaungi oleh PT Upadana Krista Dipta Arjasa
Jl. Arjuna Utara No. 7G, Jakarta Barat