TERKINI &
PROMO
Home >Artikel > Kesehatan > Cegah Alzheimer Sedini Mungkin

...

Cegah Alzheimer Sedini Mungkin

 Post date 15 September 2020


Penyakit Alzheimer adalah jenis demensia (hilangnya memori diikuti hilangnya fungsi lain dari otak) yang paling sering ditemui. Ada banyak jenis demensia, penyakit Alzheimer hanyalah salah satunya. Namun, jumlahnya lebih banyak dibanding jenis lainnya, bahkan mencapai angka 60-70%. Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia tahun lalu, jumlah penderita Alzheimer meningkat dengan cepat, yaitu sekitar sepuluh juta kasus baru setiap tahun.
Sementara itu, sebuah lembaga yang didirikan pada 1984 untuk mengatasi penyakit Alzheimer, yaitu Alzheimer’s Disease International, memperkirakan ada 46,8 juta orang di dunia, yang didiagnosis demensia pada 2015. Dalam jangka waktu dua tahun, jumlah tersebut meningkat hingga mendekati lima puluh juta orang. 
Di Kawasan Asia Pasifik sendiri, berdasarkan laporan Alzheimer’s Disease International pada 2014, jumlah orang dengan demensia (ODD) mencapai angka 20,9 juta. Bagaimana dengan Indonesia? Diperkirakan ada sekitar 1,2 juta ODD pada 2016, yang bisa meningkat menjadi dua juta orang di 2030 dan empat juta orang di 2050.
Untuk meningkatkan pemahaman kita semua mengenai penyakit tersebut dan terkait peringatan Hari Alzheimer Sedunia yang jatuh setiap tanggal 21 September, mari kita simak beberapa hal berikut ini.  

Alzheimer dan Demensia
Penyakit Alzheimer pertama kali ditemukan oleh ahli saraf Jerman bernama Alois Alzheimer. Penyakit ini merupakan penyakit yang merusak otak secara progresif. Artinya, semakin lama diderita, semakin banyak pula bagian otak yang rusak. Oleh karena itu, gejala yang muncul menjadi lebih parah.
Sedangkan demensia merupakan istilah umum untuk menggambarkan kumpulan gejala penurunan fungsi kognitif seperti daya ingat, emosi, pengambilan keputusan, dan fungsi otak lainnya, yang karena sedemikian parahnya akhirnya mengganggu kemampuan seseorang dalam melakukan aktivitas sehari-hari.  Demensia juga biasanya dapat disertai dengan gangguan perilaku dan kepribadian, misalnya depresi, halusinasi, dan agitasi, yang bisa memperberat perawatan dan pendampingannya. 
Ketika seseorang mengalami demensia, secara perlahan, semakin banyak bagian otak yang rusak, dan gejala yang timbul pun menjadi lebih parah. Semakin tua usia seseorang, ia pun akan semakin rentan untuk terkena demensia. 
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Alzheimer dan demensia merupakan dua hal yang berbeda. Jika tidak ditangani, Alzheimer bisa menyebabkan demensia.
Seperti telah disinggung sebelumnya, penyakit Alzheimer adalah jenis demensia terbanyak, yaitu sekitar 60-70% dari total kasus demensia. Ada beberapa jenis demensia lainnya, di antaranya adalah demensia vaskuler, lewy body dementia (LBD), demensia frontotemporal, demensia-Parkinson, dan demensia yang disebabkan kekurangan vitamin B12, hipotiroid, atau Human Immunodeficiency Virus (HIV).
Penyakit Alzheimer biasanya terjadi pada orang berusia lebih dari 65 tahun. Penderita bisa bertahan dengan penyakit ini selama beberapa tahun sampai puluhan tahun, tapi umumnya bertahan selama sembilan tahun.

Gejala Penyakit Alzheimer
Gejala yang pertama kali timbul pada penyakit Alzheimer adalah lupa. Awalnya, penderita lupa akan hal-hal yang baru terjadi, seperti lupa bahwa ia baru saja makan. Ia juga bisa menanyakan sesuatu secara berulang-ulang. Makin lama, gangguan memori makin parah diikuti gangguan fungsi kognitif lain serta gangguan perilaku. 
Untuk lebih jelasnya, berikut ini adalah sepuluh gejala penyakit Alzheimer:
1.Gangguan daya ingat
Salah satu gejala paling menonjol adalah sering lupa akan berbagai hal, bahkan yang baru saja terjadi. Selain itu, penderita cenderung mengulang-ulang cerita yang sama dalam suatu percakapan. Tak seperti orang pada umumnya yang terkadang lupa akan sesuatu, penderita memiliki frekuensi lupa yang sangat tinggi.
2.Sulit fokus
Penderita biasanya menunjukkan gejala sulit untuk fokus, yang menyebabkan penderita kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-hari seperti memasak, atau sekadar menggunakan telepon. Akibatnya, penderita juga sulit untuk melakukan perhitungan yang sederhana dan membutuhkan waktu lebih lama dari biasanya untuk melakukan suatu pekerjaan.
3.Sulit melakukan kegiatan sehari-hari
Gejala lain ialah kesulitan untuk merencanakan atau menyelesaikan tugas sehari-hari. Hal ini ditunjukkan dengan kebingungan untuk mengemudi, menyalakan kompor, hingga sulit mengatur keuangan.
4.Disorientasi
Mengalami disorientasi atau kebingungan akan waktu merupakan bagian dari gejala yang sering terjadi, misalnya tidak tahu hari dan tanggal. Disorientasi ini tidak hanya terkait waktu tetapi juga tempat. Hal ini membuat penderita sering bingung di mana mereka berada dan bagaimana mereka sampai di sana. Oleh karena itu, penderita seringkali tidak tahu jalan kembali ke rumah sehingga sering tersesat.
5.Kesulitan memahami visuospasial
Beberapa kesulitan memahami visuospasial dapat dilihat melalui kesulitan untuk membaca, serta mengukur dan menentukan jarak. Kesulitan lain ialah membedakan warna, tidak mengenali wajah sendiri di cermin, menabrak cermin saat berjalan, dan tidak tepat saat menuangkan air ke dalam gelas.
6.Gangguan komunikasi
Komunikasi sering menjadi sesuatu yang sulit, karena penderita akan kesulitan untuk berbicara dan mencari kata yang tepat. Oleh karena itu, tidak jarang mereka berhenti di tengah percakapan dan bingung untuk melanjutkan kalimat yang hendak diutarakan.
7.Menaruh barang tidak pada tempatnya
Lupa di mana meletakkan sesuatu merupakan gejala lain. Tak jarang, penderita akan menuduh orang lain mencuri atau menyembunyikan barang tersebut, padahal ia sendiri yang meletakkan barang tersebut tidak pada tempatnya.
8.Salah membuat keputusan
Ciri paling menonjol lain ialah berpakaian tidak serasi. Sebagai contoh, penderita bisa menggunakan kaos kaki berwarna berbeda pada kedua kakinya tanpa merasa ada masalah. Penderita pun cenderung tidak bisa merawat diri sendiri dengan baik. Di samping itu, penderita tidak dapat memperhitungkan pembayaran dalam berinteraksi, sehingga kerap memberikan jumlah uang yang jauh lebih banyak dari jumlah yang seharusnya dibayarkan.
9.Menarik diri dari pergaulan
Kehilangan semangat ataupun inisiatif untuk melakukan suatu aktivitas atau hobi yang biasa dinikmati, juga bagian dari gejala Alzheimer. Biasanya kehilangan semangat ini juga diiringi dengan hilangnya semangat untuk berkumpul dan bersosialisasi dengan teman, misalnya tidak mau lagi ikut arisan.
10.Perubahan perilaku dan kepribadian
Emosi yang berubah secara drastis juga menjadi pertanda dari Alzheimer. Penderita seringkali menjadi bingung, curiga, depresi ataupun menjadi tergantung secara berlebihan pada anggota keluarga. Tak jarang, penderita merasa mudah kecewa dan putus asa baik di rumah ataupun dalam pekerjaan.

Penyebab Penyakit Alzheimer
Penyakit ini umumnya menyerang orang usia lanjut, tapi bukan merupakan bagian dari proses normal menua. Para ilmuwan belum mengetahui mengapa penyakit ini mengenai orang-orang tertentu saja. 
Gejala yang timbul terjadi akibat dua jenis kerusakan otak, yaitu neurofibrillary tangles (NFT)/ tumpukan protein yang terdiri dari protein tau di dalam neuron/ sel saraf dan deposit/ endapan protein beta amyloid (plaque). Protein beta amyloid ini secara normal tidak berbahaya dan berperan dalam menggerakkan sinyal antara sel saraf untuk berkomunikasi. Namun, terlalu banyak prekursor (senyawa yang mendahului senyawa lain dalam jalur metabolisme) protein amyloid dapat membunuh sel saraf. 
Kerusakan pada sel-sel saraf ini menyebabkan turunnya produksi beberapa zat kimia penting dalam otak yang berperan dalam proses komunikasi antar sel saraf, yang dikenal dengan nama neurotransmitter. Penurunan beberapa jenis neurotransmitter ini akhirnya menyebabkan sel saraf tidak dapat lagi menyampaikan sinyal dengan baik, dan mengakibatkan gangguan pada fungsi otak orang tersebut.
Sedangkan NFT terjadi karena kerusakan pendukung internal struktur sel saraf otak yang terdiri dari protein tau. NFT berbentuk seperti benang kusut dapat ditemui dalam sel saraf penderita Alzheimer.

Deteksi dan Pengobatan Alzheimer
Ketika melakukan pemeriksaan, dokter akan menanyakan gejala yang dialami. Contohnya, apakah pasien mengalami kesulitan dalam menjalankan kegiatan sehari-hari. Selain itu, apakah memiliki riwayat penyakit lain seperti diabetes dan hipertensi, lalu obat-obatan apa saja yang dikonsumsi, dan status mental pasien tersebut. Misalnya, apakah pasien mengalami depresi atau kecemasan. Kemudian, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik dan laboratorium bila diperlukan.
Di samping itu, akan dilakukan beberapa tes, seperti tes Mini Mental dan Montreal Cognitive Assessment (MOCA) untuk menilai kemampuan kognitif (di antaranya memori, atensi, bahasa, dan visuospasial). Selanjutnya, dilakukan pemeriksaan Computed Tomography (CT) scan atau Magnetic Resonance Imaging (MRI) kepala.
Sayangnya, sampai saat ini belum ditemukan obat yang dapat menyembuhkan penyakit Alzheimer. Obat-obatan yang ada hanya dapat memperlambat laju memburuknya penyakit dan mengurangi gejala. 
Obat yang dipakai antara lain donepezil, galantamine, rivastigmine, dan memantine. Obat-obat ini bekerja dengan mempertahankan kadar asetil kolin, zat kimia dalam otak yang berfungsi mengantarkan sinyal antar sel saraf, dan mencegah sel otak menggunakan glutamat yang dapat merusak sel otak. Obat-obat tersebut dapat menunda gejala selama beberapa bulan sampai beberapa tahun. Selain itu, mungkin akan diberikan obat lain bila ada gejala waham, halusinasi, dan insomnia.

Pencegahan Penyakit Alzheimer
1. Menjaga kesehatan jantung
Merokok, tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi, diabetes, dan obesitas, semuanya merusak pembuluh darah, serta meningkatkan risiko terkena stroke/ serangan jantung, yang dapat berkontribusi mengembangkan demensia di kemudian hari. Masalah-masalah ini dapat dicegah melalui pilihan gaya hidup sehat.
2. Bergerak, berolahraga produktif
Aktivitas fisik dan olahraga adalah cara pencegahan yang sangat efektif karena membantu mengontrol tekanan darah dan berat badan, serta mengurangi risiko diabetes tipe II dan beberapa bentuk kanker. Sudah terbukti juga bahwa olahraga membuat kita merasa senang dan merupakan kegiatan yang cocok untuk dilakukan bersama teman dan keluarga.
3. Mengonsumsi sayur dan buah (gizi seimbang)
Makanan adalah bahan bakar untuk otak dan tubuh. Kita dapat membantu keduanya berfungsi dengan baik, dengan cara mengonsumsi makanan yang sehat dan seimbang. Riset menunjukkan bahwa diet tipe Mediterania yang kaya sereal, buah-buahan, ikan, kacang-kacangan, dan sayuran, dapat membantu mengurangi risiko demensia. Sementara studi lebih lanjut diperlukan pada manfaat makanan atau suplemen tertentu. Di samping itu, kita tahu bahwa mengonsumsi banyak makanan yang tinggi lemak jenuh, gula, dan garam dikaitkan dengan risiko penyakit jantung yang lebih tinggi. Oleh sebab itu, sebaiknya dihindari.
4. Menstimulasi otak
Melalui stimulasi otak dengan aktivitas baru, kita dapat membantu membangun neuron (sel saraf) otak baru dan memperkuat koneksi di antara mereka. Ini dapat melawan efek berbahaya penyakit Alzheimer dan patologi demensia lainnya. Stimulasi otak dapat dilakukan dengan mempelajari beberapa hal baru, misalnya belajar bahasa baru atau mengambil hobi baru.
5. Bersosialisasi dan beraktivitas positif
Kegiatan sosial juga bermanfaat bagi kesehatan otak karena dapat menstimulasi otak kita, membantu mengurangi risiko demensia dan depresi. Cobalah dan luangkan waktu bersama teman dan keluarga.
6. Mencegah trauma kepala
Terdapat hubungan yang erat antara penyakit Alzheimer dengan riwayat trauma kepala. Jadi, sebaiknya hindari trauma kepala dengan memakai helm, sabuk pengaman, dan mengurangi barang berantakan di rumah untuk mencegahnya terjatuh.

Riset Terbaru Pengobatan dan Pencegahan Penyakit Alzheimer
Berdasarkan riset yang sedang berjalan, diagnosis lebih dini bisa dilakukan menggunakan biomarker dalam cairan otak yaitu dengan mendeteksi beta-amyloid dan protein tau. Selain itu sedang dikembangkan deteksi dini dengan molecular brain imaging, melakukan foto otak untuk mendeteksi adanya protein beta amyloid dan tau. Juga sedang diteliti cara mendeteksi kedua protein tersebut melalui darah dan air seni. Secara genetik, Alzheimer juga bisa didiagnosis dengan deteksi gen APOE-e4.
Beberapa obat pun sedang diteliti untuk menyembuhkan Alzheimer, antara lain anti beta-amyloid, anti beta secretase, anti protein tau, dan anti inflamasi. Selain itu sedang diteliti beberapa obat untuk mencegah penyakit ini.

Bagaimana cara membedakan lupa normal dan lupa demensia?
Kalau lupa biasa -apalagi pada lansia- biasanya dapat mengingat kembali, meski mungkin dalam waktu yang lebih lama atau dengan pancingan. Untuk kegiatan sehari-hari, seperti makan, mandi, dan berpakaian, juga masih bisa dilakukan secara mandiri. Sedangkan pada demensia, penderita lupa akan hal yang baru terjadi, sehingga akan bertanya berulang-ulang. Penderita juga memerlukan bantuan dalam melakukan kegiatan sehari-hari.

Penulis Dr. dr. Rimawati Tedjasukmana, RPSGT, FICA, dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Kristen Krida Wacana Editor Theresia J Christy Ilustrasi Pixabay
 


RS UKRIDA dinaungi oleh PT Upadana Krista Dipta Arjasa
Jl. Arjuna Utara No. 7G, Jakarta Barat